Kualitas pendidikan menentukan pula kualitas pemimpin masa depan. Melalui sistem pendidikan akan tampil dan ditempa pemimpin-pemimpin masa depan. Maka sungguh penting menanam lahan yang subur dari sejak sekarang untuk menumbuhkan bibit-bibit kepemimpinan seperti yang dikehendaki. Demikian disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita pada Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis Universitas Brawijaya ke-45 dan Lustrum ke-9 dengan tema “Kepemimpinan Nasional Pasca Pemilu 2009” di Malang, Jawa Timur (28/2).
Saat ini Indonesia sedang mengalami "defisit" kepemimpinan baik pemimpinan nasional, pemimpin daerah (walikota dan bupati), DPRD maupun di lembaga perguruan tinggi (kampus). "Untuk melahirkan seorang pemimpin, peran dunia pendidikan sangat penting dan strategis, namun tentu saja antara kualitas dan kuantitas seimbang sehingga tidak sampai terjadi defisit dimana antara kebutuhan dan yang dihasilkan lebih besar yang dibutuhkan," lanjut Ginandjar.
Menurut Ginandjar faktor kepemimpinan penting sekali dan amat menentukan dalam kehidupan setiap bangsa, karena maju mundurnya masyarakat, jatuh bangunnya bangsa ditentukan oleh pemimpinnya. Pemimpinlah yang akan merancang masa depan serta menggerakkan masyarakat untuk mencapainya. Bahkan di negara maju sekalipun sudah dirasakan adanya krisis kepemimpinan.
Ia mengakui, sebenarnya banyak di Indonesia ini orang-orang yang berkualitas tetapi mereka tidak mau menjadi pemimpin dan sebaliknya banyaknya orang yang tidak memiliki kemampuan justru berebut ingin menjadi seorang pemimpin, baik pemimpin bangsa (nasional) di daerah (walikota dan bupati) maupun DPRD-nya.
Oleh karena itu, katanya, kedepan, pemimpin bangsa harus memiliki perpaduan pemikiran tradisional dan modern, sebab menjadi seorang pemimpin tidak cukup hanya pandai berpidato dan mengobarkan semangat nasionalisme rakyat, tetapi juga mampu mengatasi dan memecahkan semua permasalahan termasuk perekonomian yang mandiri serta mampu mengangkat martabat dan derajat bangsa Indonesia di mata dunia.
Pada dasarnya, Ginandjar menyatakan bahwa seorang pemimpin bagi bangsa Indonesia harus memiliki tiga sifat: pertama, memiliki idealisme artinya jelas kemana atau kearah mana ia ingin membawa yang dipimpinnya. Pemimpin harus memahami apa yang menjadi tujuan perjuangan dan menempatkan kepentingan perjuangan dan masyarakatnya di atas kepentingan sendiri. Sifat bangsa Indonesia yang majemuk membuat pemimpin harus mampu menjadi pemersatu.
Sifat kedua yang harus dimiliki, pengetahuan, untuk dapat secara efektif membawa yang dipimpin ke arah tujuan yang diidealkannya. Ia harus mengetahui cara memimpin dan menguasai bidang atau tugas yang diembannya. Dengan demikian ia harus seorang profesional. Dan yang ketiga seorang pemimpin harus menjadi teladan, dan sumber inspirasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin diharapkan manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa, karena hanya di atas iman dan taqwa, pembangunan yang berakhlak dapat diselenggarakan.
“..pertama-tama pemimpin masa depan tidak mungkin bersandar semata-mata kepada kharisma, baik dari pembawaan, karena peran sejarah, atau dibuat secara sintesis. Kelebihan seorang pemimpin akan diukur dari prestasi nyata dan kualitas pemikirannya oleh masyarakat dan orang-orang yang setara (equal) dengannya. Para pemimpin pada masa kini dan selanjutnya mungkin tidak berbeda terlalu lebih dari yang lain,” ungkap Ginandjar.
Pemimpin yang dituntut adalah yang berjiwa kerakyatan, dan sadar bahwa kepemimpinannya adalah mandat atau kepercayaan yang diberikan oleh yang dipimpin dan harus dipertanggungjawabkannya. Tidak mungkin lagi seorang pemimpin pada masa kini dan masa mendatang merasa kepemimpinan itu sebagai haknya, entah karena keturunan, kekayaan atau kepintarannya.
Secara keseluruhan pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang harus membangun bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan mandiri. Kemajuan dan kemandirian ini harus menjadi landasan serta modal untuk membangun bangsa makmur yang sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Singkatnya kepemimpinan modern menurut Ginandjar, disamping memiliki sifat-sifat tradisional yang melambangkan watak dan moral kepemimpinan bangsa, juga harus merupakan sosok modern. Pemimpin yang demikian adalah seorang yang memiliki jiwa kerakyatan, seorang yang professional, memiliki wawasan, inovatif dan rasional. Ia harus mampu memahami masalah-masalah yang kompleks, dan mampu menemukan masalah yang sederhana dan mudah dilaksanakan bagi masalah-masalah yang kompleks itu. Ia bukan hanya harus berani mengambil risiko, tetapi juga mampu menghitung risiko.
Pada akhir orasinya, Ginandjar mengungkapkan bahwa bagaimana menemukan pemimpin serupa itu, itulah pertanyaan yang harus dijawab. Pemimpin memang bisa dilahirkan , tetapi juga bisa dibuat. Bahkan acapkali dikatakan pemimpin adalah cerminan masyarakatnya (you deserve your leader) atau pemimpin adalah “produk budaya” masyarakatnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar