Senin, 03 Maret 2008

DPD tuntut perlakuan sama untuk semua peserta pemilu

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengomentari pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (RUU Pemilu) terkait syarat calon anggota DPD atau peserta pemilu perorangan. Beberapa materi isu selama pembahasan di Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu DPR terasa mengganjal bagi DPD karena tidak mempertegas sistem perwakilan yang memisahkan wakil partai politik dengan wakil daerah serta syarat calon anggota DPD.

Selama proses lobby di Pansus terdapat tiga alternatif, yakni pertama, calon anggota DPD yang telah terpilih sebagai anggota DPD periode sekarang dengan dukungan suara 10% pada Pemilu 2004 tidak lagi memerlukan syarat dukungan minimal dari pemilih di daerah pemilihan bersangkutan.

Sementara, calon anggota DPR periode sekarang dari daerah pemilihan yang sama dengan dukungan suara 10% dari bilangan pembagi pemilih (BPP) tidak memerlukan syarat dukungan minimal dari pemilih di daerah pemilihan bersangkutan. “Kalau mereka mencalonkan diri sebagai anggota DPD, tidak diperlukan lagi syarat dukungan minimal dari pemilih. Itu jalan tol.”

Alternatif kedua, kembali kepada rumusan UU 12/2003. Alternatif ketiga, terdapat usulan tambahan bahwa seluruh anggota DPR dan DPD periode sekarang dapat mencalonkan sebagai anggota DPD tanpa harus mengumpulkan syarat dukungan minimal dari pemilih.

Ketiga alternatif, setelah melalui proses lobby hingga tadi malam (Kamis, 21/2), ternyata kembali kepada alternatif kedua.

DPD menegaskan, syarat peserta pemilu sebagaimana rumusan UUD 1945 maupun UU 12/2003 menyatakan bahwa peserta Pemilu 2004 terdiri dari dua, yakni partai politik dan perorangan. “Jadi, anggota DPD adalah peserta pemilu perorangan. Statusnya dalam konstitusi sama dengan peserta pemilu partai politik.”

Karenanya, DPD menuntut agar pemberlakukan syarat terhadap peserta pemilu diterapkan konsisten tanpa standar ganda, seperti ambang batas perolehan suara di pemilu (electoral threshold atau ET). Demikian diungkap Wakil Ketua DPD Laode Ida dan Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) I DPD Marhany VP Pua dalam konferensi pers di lantai 8 Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Jumat (22/2).

DPD menuntut kesamaan ET 3% untuk semua peserta pemilu, baik perorangan peserta pemilu maupun partai politik peserta pemilu. DPD menegaskan, partai politik yang melewati ET 3% maka tidak harus diverifikasi kembali sebagai peserta pemilu berikutnya. Sementara, anggota DPD periode sekarang yang mencalonkan diri kembali sebagai peserta Pemilu 2009 tidak memerlukan lagi syarat dukungan minimal asalkan telah melewati ET 3%.

Makanya, kalau ET 3% terhadap partai politik peserta pemilu tidak diterapkan maka perlakuan yang sama juga harus diterima perorangan peserta pemilu. “Karena itu, seluruh partai politik harus diverifikasi ulang, tidak boleh ada eksepsi atau kekecualian.” Lanjutnya, “Jangan sampai mengabaikan ET ini.”

Selain itu, DPD menuntut agar syarat domisi peserta pemilu perorangan tidak diabaikan karena justru menghilangkan identitas sebagai wakil daerah. “Berarti semua pihak bisa mewakili daerah, di mana saja dia berada.”

Pengisian keanggotaan DPD terbuka untuk kader partai politik asalkan syarat domisilinya dipastikan sesuai dengan asalnya dari daerah pemilihan bersangkutan. Pengalaman mengajarkan, anggota DPR yang tidak berasal dari daerah pemilihan yang diwakili. “Beberapa utusan daerah dari suatu daerah yang berbeda, yang dia tidak tahu persis daerah itu, hasilnya adalah nihil. Mereka tidak memperjuangkan kepentingan daerah.”

DPD juga menuntut diberlakukan jeda waktu minimal empat tahun kepada calon anggota DPD sejak mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik hingga saat mendaftar sebagai calon anggota DPD. “Pengurus partai politik harus empat tahun dulu mengundurkan diri dari partai politiknya, baru kemudian mencalonkan diri sebagai anggota DPD,” ujarnya.

Kalau semua tuntutan tidak diindahkan, DPD meminta agar syarat-syarat calon perorangan anggota DPD kembali kepada rumusan UU 12/2003. “Tapi, ini akan memberatkan partai politik.”

Marhany juga menegaskan, bahwa pada intinya DPD mendorong pertumbuhan demokrasi secara baik dan sehat agar independensi anggota DPD sebagai wakil daerah tetap terjaga. “Juga, untuk terbangunnya checks and balances antar-lembaga parlemen ini,” ujarnya.

Karenanya, ET 3% diberlakukan terhadap partai politik peserta pemilu dan perorangan peserta pemilu. “Kita mendorong ET yang sama, 3%,” ujarnya. Jika ET 3% tidak diberlakukan, maka terdapat dua pilihan yakni memberlakukan ET 0% kepada semua peserta pemilu atau kembali kepada rumusan UU 12/2003 yakni semua anggota DPD yang mencalonkan diri kembali harus mengumpulkan dukungan pemilih sesuai syarat minimal.

Syarat domisili dan independensi calon anggota DPD juga harus diperhatikan. Ia mendesak agar diberlakukan jeda waktu minimal empat tahun terhadap calon anggota DPD sejak mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik hingga saat mendaftar sebagai calon anggota DPD.

Laode mengingatkan, semua pihak menghargai hasil demokrasi yang mengisi keanggotaan DPD dan DPR periode sekarang melalui rumusan UU Pemilu yang berkeadilan untuk semua peserta pemilu, baik perorangan peserta pemilu maupun partai politik peserta pemilu. “Terlebih lagi, mari kita menghargai pemilih yang sudah memberikan mandat kepada wakil-wakilnya, baik di DPR maupun DPD.”

“Bangsa ini harus menghargai suara atau pilihan rakyat yang sudah memberikan mandat untuk mewakili mereka. Kalaupun mereka tidak memilih kembali, tidak lagi menyukai calon bersangkutan, silakan tidak dipilih,” pungkas Laode.

Tidak ada komentar: